Minggu, 24 Mei 2009

Tinta Lama

Sebuah goresan tinta lama tidak akan hilang begitu saja dari sebuah kertas atau media yang telah digoreskan tinta tersebut. Sekalipun tinta tersebut telah dihapus dengan penghapus, tipe-x atau benda lain yang dapat menghapusnya. Tinta tersebut akan meninggalkan sebuah bekas terhadap media dimana tinta tersebut digoreskan, sekalipun hanya sebesar atom, yang mana pada suatu saat tinta tersebut akan ditimpa oleh tinta-tinta lain. Tetapi sesungguhnya ia tidak hilang, hanya tidak tampak dipermukaan tetapi dapat mempengaruhi dari dalam.
Tinta tersebut akan terus membayangi disepanjang perjalana hidup kita. Semakin kita mencoba melupakan, semakin kita akan terus mengingatnya. Apalagi tinta yang tergoreskan tersebut hitam pekat, pasti selalu mengingatkan kita dan tak akan mudah menghilangkannya. Apabila yang tergores adalah tinta dengan warna emas, pastilah kita akan cenderung untuk mengulangnya kembali dikertas-kertas berikutnya. Padahal hal tersebut tidak akan berulang kembali sama persis dengan sebelumnya. Walaupun tinta yang kita goreskan berasal dari warna yang sama, dikertas yang sama, dihalaman yang sama dan kira-kira hamper semuanya sama. Tetapi ada hal yang tidak akan pernah sama, yaitu WAKTU. Karena waktu adalah sesosok makhluk yang selalu baru. Tidak akan merasa tua, bosan dan hal-hal lain yang kita rasakan.
Jadi sebaiknya dikala yang tergores adalah tinta yang terlalu pekat, maka kita harus mengusahakan mengurangi kepekatan tinta tersebut. Sehingga akan timbul warna gelap yang lembut, yang berarti adanya perbaikan hidup seiring berjalannya waktu. Apabila yang tergoreskan adalah warna emas maka berusahalah menambah warna tersebut dengan warna yang sepadan dengan warna emas, sehingga akan timbul warna-warna cerah yang menyenangkan, yang berarti kita siap menyongsong masa depan yang cerah. Sehingga pada akhirnya kita akan membuka lembaran kehidupan kita seraya tersenyum karena begitu indahnya tinta-tinta yang kita goreskan.

Ditulis : Selasa 07 Maret 2006
Diedit : Sabtu 23 Mei 2009

Jas Merah (Jangan Sampai Melupakan Sejarah)

Hari ini hari Senin tanggal 09 Januari 2006, pukul 11.25 pm. Ketika itu aku berkhayal di dalam kelambuku dengan diiringi gema takbir dari mesjid di pojok kos-kosanku. Aku baru sadar kalau selama ini aku selalu dibayangi kenangan masa laluku, yang sanpai-sampai membuat aku jadi bodoh sendiri.
Ternyata untuk melangkah kedepan kita harus berpijak pada masa lalu, tetapi kita tidak akan pernah maju kalau kita terus berfikir kejadian masa lalu itu akan terjadi lagi dengan tampilan yang sama persis.
Kenapa aku baru sadar sekarang? Tidak dari dahulu saja ya? Aku tidak menyesal aku pernah marasakan masa lalu. Karena tanpa masa lalu, mungkin hidupku tidak akan berwarna seperti saat sekarang ini. Seperti warna-warna yang tercipta di atas kanvas.
Suatu ketika cat yang tergoreskan berwarna cerah, suatu ketika pula tergoreskan warna yang kelam, tetapi tak jarang pula yang tergoreskan berwarna gelap. Tanpa tersa goresan-goresan tersebut membentuk suatu kejadian tumpang-tindih yang serasi antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Adakalanya tampilan tersebut kasar, dapat pula terasa tebal, tidak sedikit pula yang tipis sperti tidak tersentuh. Karena perpaduan warna dan tampilan tersebutlah yang membuat sebuah karya seni tampak lebih bermakna, member keindahan, memiliki daya tarik dan akan bernilai tinggi.
Begitu pula kehidupan kita, dengan masa lalu kita yang beraneka ragam, hidup kita akan terasa lebih bermakna, terasa keindahannya ketika dikenang kembali, apabila kita menjadi orang yang berhasil maka orang akan tertarik dengan sejarah kita dan yang pasti kita akan menjadi seorang yang bernilai tinggi.

Ditulis : Senin 09 Januari 2006
Diedit : Sabtu 23 Mei 2009

Blind

Aku sebenarnya tidakl bisa bahasa Inggris, tetapi terpaksa aku menulisnya, karena aku tidak tahu lagi mau menulis judul apa lagi dan aku kira biar sedikit lebih keren. Blind itu terdiri dari dua suku kata dalam bahasa Indonesia yaitu bu-ta.

Ditulis : Senin 09 Januari 2006
Diedit : Sabtu 23 Mei 2009

Hope

Jika kau tidak berada disini
Kau tidak akan pernah bisa menceritakan pada dunia
Jika kau tidak berada disini
Kau tidak akan tahu betapa perihnya garam pembasuh luka
Jika kau tidak berada disini
Kau tidak akan bisa membedakan suka ataupun duka
Karena kau …
Kehidupan ini menjadi lebih berwarna
Warna-warna tua untuk masa lalumu
Yang daripadanya …
Kau dapat membuat warna yang lebih cerah
Tetapi … akan tetap meninggalkan bekas …
Dalam perjalanan warna itu selanjutnya
Warna-warna normal untuk masa sekarangmu
Yang daripadanya …
Kau dapat membuat warna baru
Warna yang akan menjadi penyeimbang
Tetapi suatu saat …
warna tersebut akan menentukan komposisi warna berikutnya
Warna-warna cerah untuk masa depanmu
Karena setiap orang …
Selalu ingin menatap masa depan lebih indah dan cerah
Walaupun …
Masa depan itu tidak seorangpun mengetahuinya
Dan pasti adanya untuk dihadapi
Tiada satupun …
Warna itu yang sempurna
Kecuali kau bisa memadukannya
Dengan usaha, doa dan bersabar
Agar menjadi lebih baik


Ditulis : Minggu 06 Agustus 2006
Diedit : Sabtu 23 Mei 2009

Selasa, 19 Mei 2009

Senja Kotaku

Aku ingin menceritakan pengalamanku yang paling menarik ini kepada seluruh makhluk yang ada di dunia ini. Tapi aku berpikir, apakah mereka mau mendengar sekaligus meresapi ceritaku itu.
Minggu pertama bulan kelahiranku, aku mengirim pesan melalui sahabatku yang selalu setia membuaiku dalam kehangatan dunia khayalan. Tapi ia mengatakan, “aku tidak dapat membantu kamu kali ini, aku khawatir pesanmu itu tersangkut di tengah jalan”.
Minggu kedua bulan kelahiranku, aku mengirim pesan melalui sahabatku yang selalu setia menemaniku dikala keganasan malam mulai merobek-robek kulitku dan menusuk-nusuk tulangku, membuat jantungku terpacu untuk menyesuaikannya dengan kecepatan gelap itu menyerangku. Tetapi jawaban yang samalah yang aku terima, “aku tidak bisa, aku khawatir tidak dapat tepat waktu. Karena aku hanya bisa berjalan di malam hari saja”.
Minggu ketiga menjelang minggu kelahiranku, pada bulan kelahiranku. Aku sudah hampir putus asa, “akankah aku dapat membagi pengalamanku ini dengan teman-temanku, tepat pada saat mereka juga menikmatinya”.
Minggu ke empat bulan kelahiranku, tepat pada saat tanggal kelahiranku. Akhirnya kuputuskan untuk mengirim senja tersebut dengan pos kilat. Seperti hari-hari sebelumnya, akupun menunggu senja di pojok kotaku. Disebuah jembatan tua, dikelilingi tanaman perdu yang selalu akrab menyapaku setiap kali aku ketempat itu.
Tetapi hari ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya, sepertinya sang senja tahu ia akan aku ambil dan aku kirim kepada temanku. Ia tidak ingin meninggalkan kotaku yang dipenuhi keunikan. Ia ingin selalu muncul di pojok kotaku yang menyimpan seribu kenangan, antara kenanganku dan kenangannya.
Aku ingin berteriak. Mengapa aku tidak dapat berbagi kebahagiaan dengan temanku. Mengapa hanya dapat aku nikmati sendiri, aku resapi sendiri, dan aku bayangkan di sana aku sendiri. Tetapi tidak ada orang lain yang dapat menikmatinya seperti aku. Alangkah egoisnya aku, yang rela bergembira diatas kesunyian dan kehampaan orang lain.
Aku pun pulang setelah berjam-jam menunggu sang senja yang tidak juga muncul di pojok kotaku. Tempat yang biasa ia kunjungi sebelum melanjutkan perjalanan ke belahan dunia yang lain.
Diedit : 11 Februari 2009

Footnote dibalik Vignet

“Apakah rangkaian kata itu sudah sesuai atau masih perlu diadakan perubahan?” inilah pertanyaan yang sering terlintas dalam pikiran seseorang ketika membaca tulisan : “ada footnote dibalik vignet”. Tulisan ini tidak terdapat disembarang tempat, karena tulisan tersebut hanya berhasil memenuhi brangkas otakku, bukan otak orang lain.
Menurut aku sih, tulisan tersebut hanya dirangkai dari perdebatan dua orang seniman. Seorang penulis mengatakan : “Lebih bagus ditulis beberapa buah footnote untuk menghias bagian bagian yang kosong pada sebuah halaman dalam sebuah buku”. Tetapi seorang pelukis mengatakan : “Tidak! Aku lebih setuju apabila sebuah vignet-lah yang menghiasi bagian yang kosong pada sebuah halaman dalam sebuah buku.”
Padahal, keduanya sama-sama bagus untuk menghiasi bagian yang kosong pada sebuah halaman dalam sebuah buku. Tetapi mereka berdua tetap berkeras terhadap pendapat mereka masing-masing. Tidak ada satu pun dari mereka yang mau mengalah, demi menghindari tersulutnya api kemarahan dari kedua belah pihak.
Tetapi pada detik-detik terakhir menjelang aksi kekerasan, muncullah seseorang yang mengetengahi masalah tersebut dengan mengatakan : “Mengapa tidak sebaiknya kalian menggabungkan kedua pendapat kalian menjadi serangkaian kata, yaitu : ‘ada footnote dibalik vignet’, aku rasa dari keduanya akan saling melengkapi dan menjadi lebih bermakna daripada mereka berdua berdiri sendiri”.
Akhirnya kedua seniman tersebut tersenyum puas, mendengar jawaban dari orang yang bijaksana tersebut. Tetapi dibalik senyuman mereka, tersimpan sebuah keinginan yang besar bagi mereka berdua untuk menciptakan kata yang baru untuk diperdebatkan kembali.

Ditulis : Kamis, 22 Desember 2005
Diedit : Minggu, 25 Januari 2009